lestari

Senin, 09 Mei 2011

BAHASA INGGRIS BISNIS 2

Bahasa Inggris Bisnis 2
Nama : Lestari
NPM : 10207652
Kelas : 4EA03
Tugas : 4
Blog : let4ri-2708.blogspot.com

Exercise 37
1. The record that was roduced by this company became gold record.
2. Checking accounts that require a minimum balance are very common now.
3. The professor to whom you spoke yesterday is not here today.
4. John whom grades are the highest in the school has received a scholarship.
5. Felipe bought the camera that has there lenses.
6. Frank the man whom we are going to nominate for the office of treasurer.
7. The doctor is with the patient whom leg was broken in an accident.
8. Jane is the woman whom is going to China next year.
9. Janet wants a typewriter that self-corrects.
10. This book I found that last week contains some usseful information.
11. Mr. Bryant whom team has lost the game looks very sad.
12. James wrote an article that indicated he disliked the president.
13. The director of the program whom graduated from Harvard University is planning to retire next year.
14. This is the book that I have been looking for all year.
15. William whom brother is lawyer wants to become a judge.

Exercise 38
1. George is the man chosen to represent the committee at the convention.
2. All of the money accepted has already been released.
3. The papers on the table belong to Patricia.
4. The man brought to the police station confessed to the crime.
5. The girl drinking coffee is Mery Allen.
6. John’s wife, a professor, has written several papers on this subject.
7. The man talking to the policeman is my uncle.
8. The book on the top shelf is the one that I need.
9. The number of students counted is quite high.
10. Leo Evans, a doctor, eats in this restaurant every day.







Letter of application
CV
Kemayoran 210 Street
Jakarta 10650
Indonesia
Ref : CV Monday , May 09, 2011
Mr. Rio,
Manager
Kemayoran 210 Street
Jakarta 10650, Indonesia

Dear Mr. Rio,
I read at newspaper, when company you need finance manager. i want to come along to company you.

I hope can get at company you, and i send my application form, together with my curriculum vitae.
Yours Sincerely,

Lestari




Curriculum Vitae
Full Name : Lestari
Sex : Male
Place, Date of Birth : Jakarta, 28 august 1989
Nationality : Indonesia
Marital Status : Single
Height, Weight : 165, 40
Healt : Perfect
Religion : Islam
Address : Komp Pln 6a, jakarta, Indonesia
Mobile : +628561557647
e-mail : lest4ri_2708@yahoo.co.id
Education
Elementary School : Perintis
Junior High School : 59 Junior High School
Senior High School : 20 Academy
University : University of Gunadarma
Sincerely Yours,

Lestari

Senin, 11 April 2011

BAHASA INGGRIS BISNIS 2

Bahasa Inggris Bisnis 2
Nama : LESTARI
NPM : 10207652
Kelas : 4ea03
Tugas : 3
Blog : lest4ri-2708.blogspot.com

Exercise 35
1. The President are being called somebody everyday.
2. The other members are being John.
3. Mr. Waatson would be called somebody tonight.
4. Considerable damage has been coused by the fire.
5. The suppliers shaal the teacher bought for this class.

Exercise 36
1. Leave 6. Write 11. Leave
2. Repaired 7. Lie 12. Washed
3. Typed 8. Sent 13. To fix
4. Call 9. Cut 14. Published
5. Painted 10. Signed 15. To find

Note taking :
At first, Freud tried conventional, physical methods of treatment such as giving baths, massages, rest cures, and similar aids. But when these failed he tried techniques of hypnosis that he had seen used by Jean-Martin Charcot. Finally, he borrowed an idea from Jean Breuer and Used direct verbal communication to get an un-hypnotized patient to reveal unconscious thoughts.
Sample Notes – Freud 1 st – used phys. trtment; eg, baths, etc. This fld. 2 nd - Used hypnosis (fr. Charcot) Finally - Used vrb. 2 nd –. commun. (Fr. Breuer) - got unhpynop, patnt to reveal uncons.

Memo :
To : Rio
From : Tari
Don't forget to deliver food for mother today !

Senin, 21 Maret 2011

BAHASA INGGRIS BISNIS 2

Lestari (10207652)
4EA03

Exercise 33 page 123 1-10
1.Because of
2.Because of
3.Because of
4.Because
5.Because
6.Because
7.Because of
8.Because of
9.Because of
10.Because of

Exercise 34 page 124 1-15

1.So
2.Such
3.So
4.So
5.So
6.So
7.Such
8.So
9.Such
10.Such
11.So
12.So
13.Such
14.So
15.So

Babakanraden, 09 julies 2010
Number : 01/ rm/ vii/2010 Mr. K.H Duyeh jalaludin
Supplement : - At
Matter : u n d a n g a n Place

Assalamu`alaikum wr. wb.
Greetings silaturrahmi we submit, good we always there in protection and maghfirah a the almighty and most worthy of praise, amiin. Furthermore we are hovel board Pesantren Raudlatul Mubtadiin will hold warning programme isra mi'raj big prophet Muhammad may allah bless him and give him peace 1431 h insya allah in:
day/ date : week, 18 julies 2010
time : 19.30 wib s/d finished
place : mosque karuhun kp. babakanraden
village babakanraden kec. cariu kab. bogor

For that we expect presence with father mobile participation to submits tausiah in programme. Or your kind attention we render thanks.

hasbunal wani`mal deputy
wassalamu`alaikum wr. wb


Detect,
Hovel nurse pesantren
Raudlatul mubtadiin




K. H. M. Tohir

Selasa, 22 Februari 2011

BAHASA INGGRIS BISNIS 2

Nama : LESTARI
NPM : 10207652
Kelas : 4EA03
Tugas : Bahasa Inggris Bisnis 2

1. Exercise 21 page 97 (1-30)
1) Understood 11) Painted 21) Studied
2) Become 12) Were 22) Heard
3) Give 13) Write 23) See
4) Told 14) Permited 24) Get
5) Became 15) Spent 25) Turned
6) Had 16) Accepted 26) Was
7) Stopped 17) Bought 27) Called
8) Needed 18) Decided 28) Talked
9) Found 19) Wrote 29) Explained
10) Enjoyed 20) Leaked 30) Spoke

2. Exercise 26 page 107 (1-10)
1) Well 6) Smooth
2) Intense 7) Accurately
3) Brightly 8) Bitterly
4) Fluently 9) Soon
5) Smooth 10) Fastly

3. Exercise 27 page 109 (1-10)
1) Terrible 6) Quickly
2) Good 7) Diligently
3) Good 8) Vehemently
4) Calm 9) Relaxed
5) Sick 10) Noisily

4. Exercise 28 page 114 (1-10)
1) Than summer 6) More talented
2) More important 7) More Colorfuly
3) As well 8) Happier
4) More expensive 9) Worst
5) More talented 10) More Faster

5. Exercise 29 page 114 (1-10)
1) Than 6) Than
2) As 7) As
3) From 8) Than
4) Than 9) Than
5) As 10) From

6. Exercise 30 page 117 (1-10)
1) Better 11) The best
2) Happiest 12) Than
3) Fastest 13) Less impressive
4) Creamist 14) The sicker
5) More colorful 15) When
6) Better 16) Twich as much as
7) Good 17) Few
8) More awkwardly 18) Much
9) Least 19) Farthest
10) Prettier 20) More Famous

7. Exercise 54 page 203 (1-20)
1) Angel 11) Latter
2) Your 12) Than
3) Sight 13) Loose
4) Who’s 14) Stationery
5) Costume 15) Passed
6) Whether 16) Quit
7) Descent 17) Peace
8) To 18) Principle
9) Dessert 19) Quite
10) They’re 20) Cite

8. Exercise 56 page 214 (1-78)
1) During 11) Out of 21) Of 31) On 41) By 51)On
2) On 12) In 22) On 32) At 42) In 52)Of
3) At 13) On 23) At 33) In 43) At 53)Course
4) On 14) At 24) In 34) In 44) In 54) Out
5) In 15) Once in 25) Of 35) In 45) At 55)Of
6) At 16) at 26) In 36) At 46) On 56) In
7) On 17) On 27) On 37) On 47) In 57) Of
8) Out of 18) At 28) By 38) At 48) At 58) At
9) At 19) On 29) In 39) In 49) In 59) On
10) In 20) Out 30) In time 40) Out of 50) Of 60) Of
61) From 71) For
62) In 72) Good
63) By 73) Of
64) For 74) By
65) By 75) In
66) From 76) On
67) From 77) Of
68) In 78) On
69) Of
70) By


Letter Offering Congratulation

Dear Mr. RIO
I say congratulation on your function increase as manager in companies pt. principal sun.
I intended us can celebrate together at your free time.
Congratulation and successful always


Your Sincerely,


LESTARI

Jumat, 10 Desember 2010

Etika Bisnis

Lestari (10207652)
4ea03

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Kasus Bencana Alam

Bencana alam berturut-turut melanda Indonesia dalam skala yang sungguh besar, sehingga tidak akan mampu ditangani oleh pemerintah secara sendirian. Belum lagi sembuh luka di Alor dan Nabire, kita menyaksikan sebuah bencana alam yang dampaknya belum pernah kita saksikan sebelumnya. Provinsi paling utara Indonesia, Nanggroe Aceh Darussalam serta Sumatera Utara diluluhlantakkan oleh gelombang Tsunami yang mengikuti gempa berkekuatan 9
skala Richter. Kini, Gunung Merapi sedang terus mengeluarkan isi perutnya, dan gempa tektonik mengguncang lokasi yang sama Sabtu lalu, yang mengakibatkan 4.000 orang meninggal dunia.

Dengan terbatasnya kemampuan pemerintah, bencana alam merupakan kejadian saat tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR) dapat ditunjukkan. CSR didefinisikan sebagai strategi perusahaan untuk meminimumkan dampak negative serta memaksimumkan dampak positif bagi para pemangku kepentingannya, maka apa yang kini telah ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan dalam menyikapi bencana alam di Aceh ini dapat dimasukkan ke dalam pengertian tersebut. Dalam hal ini, perusahaan hendak memaksimumkan dampak positif kehadirannya kepada pemangku kepentingan yang spesifik, yaitu masyarakat yang sedang mengalami bencana dan membutuhkan pertolongan dengan segera. Bisa saja, masyarakat tersebut tergolong dalam pemangku kepentingan primer maupun sekunder dari perusahaan yang hendak menunjukkan tanggung jawabnya.

Berbagai skema CSR itu dibedakan menjadi skema jangka pendek atau incidental serta skema jangka panjang atau strategik. Kalau diamati secara sepintas, maka apa yang telah dilakukan oleh banyak perusahaan dalam membantu korban bencana alam di Aceh dan Sumatera Utara adalah berada dalam skema yang insidental. Skema ini tidaklah buruk, namun sesungguhnya masih mengandung banyak hal yang bisa dikembangkan lebih lanjut lagi, selain apa yang telah ditunjukkan dalam beberapa hari ini.

Pertama, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh beberapa kasus, perusahaan- perusahaan dapat memobilisasi sumberdaya yang tidak hanya berupa uang tunai perusahaan, yang secara lazim memang dibuat pos anggarannya untuk kepentingan insidental seperti ini. Sumbangan uang tunai maupun lainnya sesungguhnya bisa juga dimobilisasi dari sumbangan karyawan, maupun perusahaan-perusahaan dalam satu kelompoknya atau bahkan dalam satu rangkaian produksi, misalnya dari para pemasoknya. Tentu saja, jumlah uang yang kemudian dapat dikumpulkan akan menjadi lebih besar sehingga manfaat pertolongan yang diperoleh akan pula menjadi semakin besar. Ini berarti bahwa dampak positif yang hendak ditunjukkan oleh perusahaan pun semakin besar.

Kedua, perusahaan dapat memikirkan untuk memberikan bantuan yang sesuai dengan produk barang maupun jasa yang dihasilkannya. Perusahaan adalah entitas yang memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, dan dalam kasus-kasus bencana alam, ketersediaan produk-produk itu dapat dipastikan sangat menurun. Karenanya, perusahaan-perusahaan dapat juga memberikan bantuan in kind ini. Dalam bencana alam di Aceh dan Sumatera Utara ini, banyak perusahaan yang seharusnya mengkaji secara cepat apakah produknya dibutuhkan oleh masyarakat setempat dalam kondisi darurat. Produk-produk makanan atau minuman yang mengandung nutrisi yang diperlukan untuk anak-anak maupun dewasa sangatlah dibutuhkan dalam jumlah yang besar, dan ini merupakan peluang bagi perusahaan-
perusahaan produsennya untuk memaksimumkan dampak positif mereka. Produk pakaian atau garmen tertentu juga sangat dibutuhkan mereka yang kebanyakan hanya mempunyai pakaian yang melekat di badan ketika menyelamatkan diri.

Produk yang juga sangat vital dibutuhkan adalah peralatan transportasi berupa kendaraan. Sebagaimana yang disaksikan di layar kaca, banyak sekali masyarakat yang mengalami bencana itu, maupun mereka yang menjadi sukarelawan, sangatlah berkepentingan untuk bepergian dengan kendaraan. Tentu saja, barang komplementernya berupa bahan bakar juga dibutuhkan. Ini membuka peluang bagi perusahaan pembuat atau perakit kendaraan serta bahan bakar untuk menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Selain itu, peralatan telekomunikasi bergerak juga sangatlah dibutuhkan, mengingat jaringan telepon stasioner mengalami kerusakan yang parah. Ini juga merupakan peluang lain yang harus ditangkap oleh perusahaan penyedia barang maupun jasa telekomunikasi itu.


Ketiga, sebagaimana yang banyak ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan asing, tanggung jawab sosial dapat pula ditunjukkan dengan menyumbangkan waktu dan tenaga dari karyawannya untuk menjadi sukarelawan dalam penanganan bencana alam, dengan tetap menjadi tanggungan perusahaan untuk membayar waktu dan tenaga yang dicurahkan itu. Tentu saja hal ini lebih relevan untuk dilakukan oleh perusahaan yang operasinya berada dalam jarak yang relatif dekat dengan lokasi bencana.

Keempat, perusahaan juga mungkin menunjukkan tanggung jawabnya dengan jalan memanfaatkan kemampuan dalam emergency response yang biasanya dimiliki oleh mereka yang beroperasi dalam wilayah atau situasi yang membutuhkannya. Kemampuan itu dapat dimanfaatkan untuk melakukan manajemen krisis yang terjadi. Hal ini tampaknya masih kurang dikuasai oleh para sukarelawan yang kini bekerja, baik dari pemerintah maupun dari organisasi masyarakat sipil. Situasi kekacauan hingga kini masih tampak mendominasi sebagian besar tempat, sehingga kebutuhan atas manajemen krisis sesungguhnya sangat pula dibutuhkan. Perusahaan-perusahaan dapat menyumbangkan ahli-ahli mereka maupun konsultan eksternal yang mereka biasa pergunakan.

Kelima, perusahaan asing tertentu dapat membujuk pemerintah negaranya untuk memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk hibah kepada pemerintah Indonesia. Di Aceh, misalnya, perusahaan ekstraktif yang telah lama beroperasi tentu saja telah juga mendapatkan keuntungan yang besar, yang sebagiannya dibayarkan kepada negara asalnya dalam bentuk pajak. Karenanya, menjadi masuk akal apabila negara bersangkutan seharusnya merasa memiliki keterikatan dengan Aceh, dan bersedia untuk memberikan hibah yang jumlahnya proporsional dengan keuntungan yang selama ini telah dinikmati. Perusahaan-perusahaan seharusnya merasa memiliki tanggung jawab etis untuk mengingatkan negara-negara asalnya itu bahwa keuntungan itu berasal dari satu tempat spesifik dan tempat itu kini tengah
mengalami bencana dahsyat.

Terakhir, penting diingat oleh perusahaan adalah bahwa pemulihan kehidupan di daerah bencana akan memakan waktu yang cukup panjang. Pemerintah Indonesia memperkirakan total dana yang dibutuhkan untuk itu adalah sekitar 10 trilyun rupiah dengan curahan waktu bakal melampaui 5 tahun ke depan. Ini tentu saja membutuhkan pula perhatian segenap pihak, termasuk perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan, terutama yang telah dan akan memiliki wilayah operasi di Aceh dan Sumatera Utara, harus pula memikirkan suatu skema tanggung jawab sosial yang tidak sekedar insidental, melainkan lebih strategik. Kehidupan masyarakat yang morat-marit setelah bencana ini membutuhkan perhatian dalam mengembalikan beragam kapital yang diperlukan untuk melanjutkan hidup. Termasuk di dalamnya adalah kapital ekonomi berupa kesempatan-kesempatan kerja dan usaha baik yang akan berhubungan dengan operasi perusahaan maupun yang tidak. Program-program pengembangan masyarakat yang benar-benar strategik kelak akan sangat dibutuhkan di wilayah pascabencana alam, dan hal itu membutuhkan komitmen perusahaan yang lebih serius.

Yang juga sangat penting dipikirkan adalah tindakan-tindakan pengurangan dampak sebelum bencana benar-benar terjadi. Pada 5 Januari 2005, World Conference on Disaster Reduction di Hyogo, Jepang, menyatakan pentingnya tiga tujuan strategis, yaitu (1) integrasi risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan, (2) pengembangan serta penguatan institusi dan mekanisme pengurangan dampak bencana, dan (3) inkorporasi sistematis terhadap pendekatan reduksi risiko ke dalam kesiapan menghadapi, tanggapan atas, serta pemulihan pascabencana. Perusahaan yang beroperasi di wilayah berpotensi bencana kiranya wajib mengembangkan kebijakan dan praktik yang sesuai dengan tujuan strtegis di atas.

Kalau CSR itu ditunjukkan, maka perusahaan-perusahaan dapat berharap bahwa ijin sosial untuk beroperasi, yaitu dukungan masyarakat, akan terus diperoleh. Tentu saja, hal tersebut harus terus disertai dengan upaya-upaya meminimumkan dampak negative keberadaan perusahaan, tanpa terkecuali.

Koran Tempo, 30 Mei 2006

Jalal, Lingkar Studi CSR

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MS3zK5MpcagJ:www.csrindonesia.com/data/articles/20070114140948-a.pdf+contoh+kasus+tentang+tanggung+jawab+sosial+perusahaan&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESiYPh_PaNuU1g3X79GOy3MlMTQGg-SNGAhwmVWy6WBUo7v2uvkshwh84sr82RokFa_FpUaiVW3LZy3H0hiJ0zC_zAwqUQEJZUUtCUmq3goIKOlQaKC2EWZ9TZPcdKBzmvySq_6F&sig=AHIEtbTqsqNfyem9-pHQBoWc1VfvpKN89A

Etika Bisnis

Lestari (10207652)
4ea03

HarianPikiranRakyat,22April2008
Oleh Edi Suharto

TANGGUNG jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility) kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.
Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat).

Sejarah singkat
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington.
Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.
Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasannya kegiatan perusahaan membawa dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.
Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham, melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dan lainnya, bergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004).
Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Bias-bias CSR
Berdasarkan pengamatan terhadap praktik CSR selama ini, tidak semua perusahaan mampu menjalankan CSR sesuai filosofi dan konsep CSR yang sejati. Tidak sedikit perusahaan yang terjebak oleh bias-bias CSR berikut ini.
Pertama, kamuflase. CSR yang dilakukan perusahaan tidak didasari oleh komitmen genuine, tetapi hanya untuk menutupi praktik bisnis yang memunculkan ethical questions. Bagi perusahaan seperti ini, CD bukan kepanjangan dari community development, melainkan “celana dalam” yang berfungsi menutupi “aurat” perusahaan. McDonald`s Corporation di AS dan pabrik sepatu Nike di Asia dan Afrika pernah tersandung kasus yang berkaitan dengan unnecessary cruelty to animals dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Kedua, generik. Program CSR terlalu umum dan kurang fokus karena dikembangkan berdasarkan template atau program CSR yang telah dilakukan pihak lain. Perusahaan yang impulsif dan pelit biasanya malas melakukan inovasi dan cenderung melakukan copy-paste (kadang dengan sedikit modifikasi) terhadap model CSR yang dianggap mudah dan menguntungkan perusahaan.
Ketiga, directive. Kebijakan dan program CSR dirumuskan secara top-down dan hanya berdasarkan misi dan kepentingan perusahaan (shareholders) semata. Program CSR tidak partisipatif sesuai prinsip stakeholders engagement yang benar.
Keempat, lip service. CSR tidak menjadi bagian dari strategi dan kebijakan perusahaan. Biasanya, program CSR tidak didahului oleh needs assessment dan hanya diberikan berdasarkan belas kasihan (karitatif). Laporan tahunan CSR yang dibuat Enron dan British American Tobacco (BAT), misalnya, pernah menjadi sasaran kritik sebagai hanya lip service belaka.
Kelima, kiss and run. Program CSR bersifat ad hoc dan tidak berkelanjutan. Masyarakat diberi “ciuman” berupa barang, pelayanan atau pelatihan, lantas ditinggalkan begitu saja. Program yang dikembangkan umumnya bersifat myopic, berjangka pendek, dan tidak memerhatikan makna pemberdayaan dan investasi sosial. CSR sekadar “menanam jagung”, bukan “menanam jati”.

CSR yang baik
CSR yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu (Supomo, 2004).
Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan secara sempit. Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo beneficience (do good principle), melainkan pula nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan yang hanya mengedepankan benificience cenderung merasa telah melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.***

http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=303
Lestari (10207652)
4ea03

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

http://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-kasus-pt-perusahaan-listrik-negara/